PERMENKES RI No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  (PERMENKES RI) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan berisi sebagai berikut di bawah ini :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2018

TENTANG

PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK

SEKTOR KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha sektor kesehatan, perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063;

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK SEKTOR KESEHATAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.

2. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

3. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.

4. Pendaftaran adalah pendaftaran usaha dan/atau kegiatan oleh Pelaku Usaha melalui OSS.

5. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.

6. Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.

7. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.

8. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintahan non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.

9. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.

10. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

11. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

13. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi, penyaluran obat, bahan obat, dan fitofarmaka, melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan pengembangan.

14. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

15. Industri Rumah Tangga Pangan yang selanjutnya disingkat IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

16. Sertifikat Produksi Industri Farmasi adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan Industri Farmasi.

17. Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan Industri Farmasi bahan obat.

18. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi Bahan Obat adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan Industri Farmasi atau Industri Farmasi bahan obat.

19. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat SPP-IRT adalah jaminan tertulis terhadap kegiatan produksi pangan IRTP yang telah memenuhi persyaratan aspek terhadap higiene dan sanitasi serta dokumentasi pengolahan pangan IRTP.

20. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan dari PBF pusat untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

21. Sertifikat Distribusi Farmasi adalah persetujuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar oleh PBF.

22. Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi adalah persetujuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar oleh PBF Cabang.

23. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disebut CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.

24. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disebut CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

25. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

26. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disebut CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

27. Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.

28. Industri Ekstrak Bahan Alam yang selanjutnya disingkat IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.

29. Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet, efervesen, suppositoria dan kapsul lunak.

30. Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.

31. Sertifikat Produksi Industri Obat Tradisional atau Sertifikat Produksi Ekstrak Bahan Alam yang selanjutnya disebut Sertifikat Produksi IOT/IEBA adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan IOT/IEBA.

32. Rencana Produksi IOT/IEBA adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan IOT/IEBA.

33. Sertifikat Produksi UKOT dan Sertifikat Produksi UMOT adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan UKOT dan UMOT. 

34. Rencana Produksi UKOT adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan UKOT.

35. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

36. Industri Kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki Izin Usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

37. Sertifikat Produksi Kosmetika adalah persetujuan untuk melakukan produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi, melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan pengembangan sesuai dengan rencana produksi yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan Industri Kosmetika.

38. Rencana Produksi Kosmetika adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan, sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan Industri Kosmetika.

39. Sertifikat Distribusi Farmasi adalah dokumen izin yang diberikan kepada PBF untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

40. Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi adalah dokumen izin/pengakuan yang diberikan kepada pedagang besar farmasi cabang untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

41. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.

42. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

43. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganat.

44. Impor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi adalah kegiatan memasukkan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi ke dalam daerah pabean Indonesia.

45. Ekspor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dari daerah pabean Indonesia.

46. Surat Persetujuan Impor yang selanjutnya disingkat SPI adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi.

47. Surat Persetujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat SPE adalah surat persetujuan untuk mengekspor narkotika, psikotropika dan/atau prekursor farmasi.

48. Importir Produsen Psikotropika yang selanjutnya disebut IP Psikotropika adalah Industri Farmasi yang menggunakan Psikotropika sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat izin untuk mengimpor sendiri Psikotropika.

49. Importir Produsen Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut IP Prekursor Farmasi adalah Industri Farmasi yang menggunakan Prekursor Farmasi sebagai bahan baku atau bahan penolong proses produksi yang mendapat izin untuk mengimpor sendiri Prekursor Farmasi.

50. Importir Terdaftar Psikotropika yang selanjutnya disebut IT Psikotropika adalah PBF yang mendapat izin untuk mengimpor Psikotropika guna didistribusikan kepada Industri Farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir Psikotropika.

51. Importir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut IT Prekursor Farmasi adalah PBF yang mendapat izin untuk mengimpor Prekursor Farmasi guna didistribusikan kepada Industri Farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir Prekursor Farmasi.

52. Eksportir Produsen Psikotropika yang selanjutnya disebut EP Psikotropika adalah Industri Farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir Psikotropika.

53. Eksportir Produsen Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut EP Prekursor Farmasi adalah Industri Farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir Prekursor Farmasi.

54. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

55. Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro adalah setiap reagen, produk reagen, kalibrator, material kontrol, kit, instrumen, aparatus, peralatan atau sistem, baik digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan reagen lainnya, produk reagen, kalibrator, material kontrol, kit, instrumen, aparatus, peralatan atau sistem yang diharapkan oleh pemilik produknya untuk digunakan secara in vitro untuk pemeriksaan dari setiap spesimen, termasuk darah atau donor jaringan yang berasal dari tubuh manusia, semata-mata atau pada dasarnya untuk tujuan memberikan informasi dengan memperhatikan keadaan fisiologis atau patologis atau kelainan bawaan, untuk menentukan keamanan dan kesesuaian setiap darah atau donor jaringan dengan penerima yang potensial, atau untuk memantau ukuran terapi dan mewadahi spesimen.

56. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan untuk kesehatan manusia, yang ditujukan untuk penggunaan di rumah tangga dan fasilitas umum.

57. Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Inovasi adalah Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT dalam negeri berupa penemuan baru yang berbeda dari produk dalam negeri yang sudah terdaftar di Indonesia.

58. Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Pengembangan Baru adalah Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT dalam negeri yang berupa pengembangan atau modifikasi yang memberikan fungsi atau kinerja yang berbeda dari produk dalam negeri yang sudah terdaftar di Indonesia.

59. Izin Edar adalah izin untuk Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang diproduksi oleh produsen, dan/atau diimpor oleh distributor alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostik In Vitro atau importir yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

60. Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro adalah perusahaan berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki sertifikat untuk pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro.

61. Cabang Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro adalah unit usaha dari Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang telah memiliki izin dari pemerintah daerah provinsi untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro.

62. Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan adalah sertifikat yang diberikan kepada Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang telah melaksanakan CDAKB untuk mendistribusikan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro.

63. Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan adalah dokumen izin/pengakuan yang diberikan kepada Cabang Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro melakukan pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro.

64. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan industri Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT.

65. Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disebut CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk Alat Kesehatan yang disalurkan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.

66. Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disebut CPAKB adalah pedoman yang digunakan untuk sarana produksi Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dalam mengembangkan sistem manajemen mutu dalam rangka menjamin produk yang dibuat aman, bermutu dan bermanfaat.

67. Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik yang selanjutnya disebut CPPKRTB adalah pedoman yang digunakan untuk sarana produksi PKRT dalam mengembangkan sistem manajemen mutu dalam rangka menjamin produk yang dibuat aman, bermutu dan bermanfaat.

68. Sertifikat Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik atau Sertifikat Cara Pembuatan PKRT yang Baik yang selanjutnya disebut Sertifikat CPAKB/Sertifikat CPPKRTB adalah sertifikat yang diberikan kepada produsen yang telah diaudit dan memenuhi kesesuaian aspek CPAKB/ CPPKRTB.

69. Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik yang selanjutnya disebut Sertifikat CDAKB adalah sertifikat yang diberikan oleh kepada produsen yang telah diaudit dan memenuhi kesesuaian aspek CDAKB.

70. Toko Alat Kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan usaha yang mendapatkan izin untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro secara eceran.

71. Izin Toko Alat Kesehatan adalah dokumen izin/pengakuan yang diberikan kepada cabang distributor melakukan pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penyerahan Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro secara eceran.

72. Perusahaan Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat PRT adalah perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan PKRT dengan fasilitas sederhana dan tidak menimbulkan bahaya bagi pengguna, pasien, pekerja, dan lingkungan.

73. Izin Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan PKRT yang selanjutnya disebut Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT adalah Izin yang diberikan kepada perusahaan rumah tangga yang telah memenuhi syarat untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT serta telah mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan provinsi.

74. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.

75. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat bebas terbatas dan obat bebas untuk dijual secara eceran.

76. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis apoteker yang telah diregistrasi. 

77. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis tenaga teknis kefarmasian yang telah diregistrasi.

78. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis sebagai izin kepada apoteker untuk menyelenggarakan Apotek.

79. Surat Izin Toko Obat yang selanjutnya disingkat SITO adalah bukti tertulis untuk menyelenggarakan Toko Obat.

80. E-Farmasi adalah sistem elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan kefarmasian.

81. Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi yang selanjutnya disingkat PSEF adalah badan hukum yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan EFarmasi untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

82. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

83. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik.

84. Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

85. Bank Jaringan dan/atau Sel Punca adalah suatu badan hukum yang bertujuan untuk menyaring, mengambil, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan jaringan biologi dan/atau sel untuk keperluan pelayanan kesehatan. 

86. Laboratorium Pengolahan Sel Punca Untuk Aplikasi Klinis yang selanjutnya disebut Laboratorium Pengolahan Sel Punca adalah laboratorium penunjang yang melakukan pengolahan, perbanyakan, diferensiasi dan penyimpanan sementara sel punca non embrionik.

87. Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.

88. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

89. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

90. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

91. Kementerian Kesehatan adalah kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan.

92. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:

a. jenis Perizinan Berusaha sektor kesehatan;

b. persyaratan;

c. tata cara penerbitan izin;

d. masa berlaku izin; dan

e. pengawasan.

BAB II

JENIS PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR KESEHATAN

Pasal 3

(1) Jenis Perizinan Berusaha sektor kesehatan tediri atas:

a. Izin Usaha Industri Farmasi;

b. Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat;

c. Sertifikat Distribusi Farmasi;

d. Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi;

e. Izin Usaha IOT/IEBA;

f. Izin UKOT dan UMOT;

g. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga;

h. Sertifikat Produksi Kosmetika;

i. Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

j. Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

k. Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

l. Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

m. Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

n. Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT;

o. Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan;

p. Izin Toko Alat Kesehatan;

q. Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT;

r. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT;

s. Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan;

t. Sertifikasi CPAKB;

u. Sertifikasi CPPKRTB;

v. Sertifikasi CDAKB;

w. Pendaftaran PSEF;

x. Izin Apotek;

y. Izin Toko Obat;

z. Izin Mendirikan Rumah Sakit;

aa. Izin Operasional Rumah Sakit;

bb. Izin Operasional Klinik;

cc. Izin Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan;

dd. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum dan Khusus;

ee. Izin Operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca;

ff. Izin Operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca; dan

gg. Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

(2) Jenis Perizinan Berusaha sektor kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokan atas Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf q merupakan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Inovasi dan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Pengembangan Baru dari industri yang melakukan investasi di Indonesia.

BAB III

PERSYARATAN

Bagian Kesatu

Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi

Bahan Obat

Pasal 5

(1) Industri Farmasi dan Industri Farmasi Bahan Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan berupa perseroan terbatas.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi pemohon Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b yaitu Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat.

Pasal 6

Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Industri Farmasi dan Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas:

a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi Bahan Obat; dan

b. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker berkewarganegaraan Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.

Bagian Kedua

Sertifikat Distribusi Farmasi

Pasal 7

(1) Sertifikat Distribusi Farmasi diajukan oleh PBF.

(2) PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan berupa perseroan terbatas atau koperasi.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Distribusi Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c yaitu memiliki secara tetap apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab.

Bagian Ketiga

Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi

Pasal 8

Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. Sertifikat Distribusi Farmasi; dan

b. memiliki secara tetap apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab.

Bagian Keempat

Izin Usaha IOT/Izin Usaha IEBA

Pasal 9

(1) IOT/IEBA diselenggarakan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan berupa perseroan terbatas atau koperasi.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha IOT/Izin Usaha IEBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e yaitu Sertifikat Produksi IOT/IEBA.

(3) Persyaratan Untuk memperoleh Sertifikat Produksi IOT/IEBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Rencana Produksi IOT/IEBA; dan

b. memiliki apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.

Bagian Kelima

Izin Usaha Kecil dan Mikro Obat Tradisional

Paragraf Kesatu

Izin UKOT

Pasal 10

(1) UKOT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha non perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Izin UKOT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f yaitu Sertifikat Produksi UKOT.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi UKOT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Rencana Produksi UKOT; dan

b. memiliki paling rendah tenaga teknis kefarmasian berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis atau memiliki paling rendah tenaga teknis kefarmasian yang memiliki sertifikat pelatihan atau apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis bagi UKOT yang memproduksi kapsul dan/atau cairan obat.

Paragraf Kedua

Izin UMOT

Pasal 11

(1) UMOT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan atau nonperseorangan.

(2) Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk perseroan terbatas.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin UMOT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f yaitu Sertifikat Produksi UMOT.

(4) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi UMOT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

a. daftar sediaan Obat Tradisional yang akan diproduksi; dan

b. memiliki paling rendah tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan tradisional jamu berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.

Bagian Keenam

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Pasal 12

(1) IRTP diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan atau nonperseorangan berupa usaha mikro dan kecil.

(2) Pelaku Usaha nonperseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk perseroan terbatas.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g terdiri atas:

a. sertifikat penyuluhan keamanan pangan; dan

b. pemenuhan aspek higiene sanitasi dan dokumentasi.

Bagian Ketujuh

Sertifikat Produksi Kosmetika

Pasal 13

(1) Sertifikat Produksi Kosmetika diajukan oleh Industri Kosmetika.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:

a. Rencana Produksi Kosmetika; dan

b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis;

(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Kosmetika golongan B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h terdiri atas:

a. Rencana Produksi Kosmetika; dan

b. memiliki paling rendah 1 (satu) orang tenaga teknis kefarmasian berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab teknis.

Bagian Kedelapan

Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi

Pasal 14

(1) IT Psikotropika dan IT Prekursor Farmasi merupakan PBF bahan obat.

(2) Persyaratan untuk memperoleh IT Psikotropika dan IT Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf i terdiri atas:

a. Sertifikat Distribusi Farmasi; dan

b. rencana impor bahan baku Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Bagian Kesembilan

Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi

Pasal 15

(1) Importir Produsen Narkotika merupakan Industri Farmasi milik negara yang telah memiliki izin khusus sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) IP Psikotropika dan IP Prekursor Farmasi merupakan Industri Farmasi.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf j terdiri atas:

a. Izin Usaha Industri Farmasi;

b. izin khusus importir Narkotika (untuk Importir Produsen Narkotika); dan

c. rencana impor bahan baku Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Bagian Kesepuluh

Ekportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi

Pasal 16

(1) EP Psikotropika dan EP Prekursor Farmasi merupakan Industri Farmasi.

(2) Persyaratan untuk memperoleh EP Psikotropika dan EP Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf k terdiri atas:

a. Izin Usaha Industri Farmasi; dan

b. rencana ekspor Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

Bagian Kesebelas

Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi

Pasal 17

(1) Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi diselenggarakan oleh Industri Farmasi atau PBF.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf l terdiri atas:

a. izin Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi atau Importir Terdaftar Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

b. surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor;

c. surat pesanan (purchasing order) dari Industri Farmasi, jika pemohon adalah IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi;

d. surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi, jika pemohon adalah PBF milik negara yang memiliki izin khusus sebagai importir Narkotika;

e. surat persetujuan izin edar untuk Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi yang akan diimpor; dan

f. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) BPOM.

Bagian Kedua belas

Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi

Pasal 18

(1) Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi diselenggarakan oleh Industri Farmasi.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf m terdiri atas:

a. izin Eksportir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

b. SPI asli dari Negara pengimpor;

c. surat pesanan (purchasing order) dari importir;

d. surat persetujuan izin edar atau surat persetujuan khusus ekspor untuk Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi yang akan diekspor; dan

e. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) Badan POM.

Bagian Ketiga belas

Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT

Pasal 19

(1) PRT Alat Kesehatan dan PKRT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan atau nonperseorangan.

(2) Pelaku Usaha nonperseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk perseroan terbatas.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf n terdiri atas:

a. sertifikat pelatihan pelaksanan perusahaan rumah tangga yang baik bagi pelaku usaha;

b. memiliki sarana bangunan dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;

c. memiliki prasarana yang memadai; dan

d. berita acara pemeriksaan.

Bagian Keempat belas

Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan

Pasal 20

(1) Cabang Distribusi Alat Kesehatan diselenggarakan oleh badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf o terdiri atas:

a. berita acara pemeriksaan;

b. penunjukkan dari distributor alat kesehatan Pusat;

c. daftar jenis alat kesehatan yang disalurkan;

d. pemenuhan cara distribusi alat kesehatan yang baik;

e. penanggung jawab teknis; dan

f. denah bangunan.

Bagian Kelima belas

Izin Toko Alat Kesehatan

Pasal 21

(1) Toko Alat Kesehatan diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan atau nonperseorangan.

(2) Pelaku Usaha nonperseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk perseroan terbatas.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin Toko Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf p terdiri atas:

a. berita acara pemeriksaan;

b. denah dan bukti kepemilikan tempat atau surat sewa; dan

c. daftar alat kesehatan yang disalurkan.

Bagian Keenam belas

Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro

dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

Paragraf Kesatu

Izin Edar Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In

Vitro

Pasal 22

(1) Izin Edar Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diajukan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan yang berlaku efektif;

b. dokumen quality management system (ISO 13485, ISO 9001, CE);

c. pernyataan bersedia melepaskan hak sebagai pemegang izin edar apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. persyaratan teknis terdiri atas informasi produk, material, formulasi, uraian alat, deskripsi, dan fitur Alat Kesehatan atau Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, standar dan proses produksi, indikasi, tujuan, dan petunjuk penggunaan, dan kontra indikasi, peringatan, perhatian, potensi efek yang tidak diinginkan;

e. persyaratan spesifikasi dan jaminan mutu terdiri atas spesifikasi bahan baku dan Material Safety Data Sheet (MSDS), spesifikasi kemasan, spesifikasi kinerja alat, hasil pengujian laboratorium (Certificate of Analysis (CoA), uji stabilitas, uji sterilitas, uji keamanan listrik), hasil studi pre klinik dan klinik (untuk Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas C dan D), dan manajemen resiko (risk management);

f. persyaratan khusus terdiri atas keamanan bahan radiasi dan uji klinik produk HIV dari laboratorium rujukan tingkat nasional;

g. persyaratan penandaan terdiri atas contoh dan penjelasan penandaan, petunjuk penggunaan, materi pelatihan, dan petunjuk pemasangan serta pemeliharaan; dan

h. persyaratan post market terdiri atas prosedur pencatatan dan penanganan efek samping dan keluhan.

Paragraf Kedua

Izin Edar PKRT

Pasal 23

(1) Izin Edar PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diajukan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Izin Edar PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Sertifikat Produksi PKRT yang berlaku efektif;

b. dokumen quality management system (ISO 9001, GMP);

c. pernyataan bersedia melepaskan hak sebagai pemegang izin edar apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. persyaratan teknis terdiri atas informasi produk, material, formulasi, uraian produk, deskripsi, dan fitur produk, standar dan proses produksi;

e. persyaratan spesifikasi dan jaminan mutu terdiri atas spesifikasi bahan baku dan Material Safety Data Sheet (MSDS), Spesifikasi kemasan, hasil pengujian laboratorium (Certificate of Analysis (CoA), uji stabilitas);

f. persyaratan khusus terdiri atas izin dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian sebagai pestisida rumah tangga;

g. persyaratan penandaan terdiri atas contoh dan penjelasan penandaan, serta petunjuk penggunaan, peringatan, perhatian, dan keterangan lain; dan

i. data pendukung klaim.

Bagian Ketujuh belas

Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT

Pasal 24

(1) Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha nonperseorangan.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi pemohon Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf r terdiri atas:

a. berita acara pemeriksaan;

b. penanggung jawab teknis;

c. pernyataan Komitmen menerapkan prinsip CPAKB/CPPKRTB;

d. laporan akhir rencana induk pembangunan/master plan dan rencana produksi;

e. laporan produksi Alat Kesehatan atau PKRT secara elektronik (untuk perubahan, perpanjangan dan perpanjangan dengan perubahan); dan

f. Sertifikat CPAKB/Sertifikat CPPKRTB (untuk perpanjangan dan perpanjangan dengan perubahan).

Bagian Kedelapan belas

Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan

Pasal 25

(1) Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT diselenggarakan oleh Pelaku Usaha berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf s terdiri atas:

a. berita acara pemeriksaan;

b. penanggung jawab teknis;

c. teknisi bagi distributor yang mendistribusikan alat kesehatan elektromedik dan Diagnostik In Vitro, instrumen atau tenaga petugas proteksi radiasi bagi distributor yang mendistribusikan alat kesehatan elektromedik radiasi;

d. denah bangunan dan daftar sarana prasarana;

e. daftar jenis Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang disalurkan;

f. pernyataan Komitmen memenuhi prinsip cara distribusi alat kesehatan yang baik;

g. laporan distribusi alat kesehatan secara elektronik (untuk perubahan, perpanjangan dan perpanjangan dengan perubahan); dan

h. Sertifikat CDAKB (untuk perpanjangan dan perpanjangan dengan perubahan).

Bagian Kesembilan belas

Sertifikasi CPAKB

Pasal 26

(1) Sertifikasi CPAKB diajukan oleh industri alat kesehatan.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikasi CPAKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf t terdiri atas:

a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan;

b. data izin edar Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro;

c. pedoman mutu;

d. audit internal;

e. kajian manajemen; dan

f. prosedur dan rekaman mutu.

Bagian Kedua puluh

Sertifikasi CPPKRTB

Pasal 27

(1) Sertifikasi CPPKRTB diajukan oleh industri PKRT.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikasi CPPKRTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf u terdiri atas:

a. Sertifikat Produksi PKRT;

b. data izin edar PKRT;

c. pedoman mutu;

d. audit internal;

e. kajian manajemen; dan

f. prosedur dan rekaman mutu.

Bagian Kedua puluh satu

Sertifikasi CDAKB

Pasal 28

(1) Sertifikasi CDAKB diajukan oleh distributor alat kesehatan dan distributor cabang distribusi alat kesehatan.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikasi CDAKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf v terdiri atas:

a. sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin cabang distribusi alat kesehatan;

b. data izin edar Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro;

c. pedoman mutu;

d. audit internal;

e. kajian manajemen; dan

f. prosedur dan rekaman mutu.

Bagian Kedua puluh dua

Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi

Pasal 29

(1) PSEF diselenggarakan oleh Pelaku Usaha non perseorangan berbadan hukum.

(2) Persyaratan untuk memperoleh Pendaftaran PSEF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf w terdiri atas:

a. STRA;

b. surat izin praktik apoteker;

c. dokumen proses bisnis aplikasi E-Farmasi;

d. perangkat untuk akses data ketersediaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP dengan disertai petunjuk manualnya; dan

e. data Industri Farmasi, PBF dan/atau Apotek yang bekerjasama dengan PSEF.

Bagian Kedua puluh tiga

Izin Apotek

Pasal 30

(1) Apotek diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.

(2) Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu apoteker.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf x terdiri atas:

a. STRA;

b. surat izin praktik apoteker;

c. denah bangunan;

d. daftar sarana dan prasarana; dan

e. berita acara pemeriksaan.

Bagian Kedua puluh empat

Izin Toko Obat

Pasal 31

(1) Toko Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan.

(2) Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu paling rendah tenaga teknis kefarmasian.

(3) Persyaratan untuk memperoleh Izin Toko Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf y terdiri atas:

a. STRTTK;

b. surat izin praktik tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab teknis;

c. denah bangunan;

d. daftar sarana dan prasarana; dan

e. berita acara pemeriksaan.

Bagian Kedua puluh lima

Izin Mendirikan Rumah Sakit

Pasal 32

(1) Rumah Sakit hanya dapat didirikan oleh badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

(2) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. badan hukum yang bersifat nirlaba; dan

b. badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) dikecualikan bagi pendirian Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 33

Persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf z terdiri atas:

a. dokumen kajian dan perencanaan bangunan yang terdiri dari Feasibility Study (FS), Detail Engineering Design dan master plan; dan

b. pemenuhan pelayanan alat kesehatan.

Bagian Kedua puluh enam

Izin Operasional Rumah Sakit

Pasal 34

(1) Persyaratan untuk memperoleh izin operasional Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf aa terdiri atas:

a. notifikasi Kementerian Kesehatan dan/atau dinas kesehatan sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. profil Rumah Sakit paling sedikit meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi;

c. isian instrumen self assessment sesuai klasifikasi Rumah Sakit yang meliputi pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana, dan administrasi manajemen;

d. surat keterangan atau sertifikat izin kelayakan atau pemanfaatan dan kalibrasi alat kesehatan;

e. sertifikat akreditasi; dan

f. batas paling sedikit pemenuhan jumlah tempat tidur untuk Rumah Sakit penanaman modal asing sesuai dengan kesepakatan atau kerja sama internasional.

(2) Isian instrument self assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sertifikat akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dipenuhi untuk perpanjangan izin operasional Rumah Sakit.

Bagian Kedua puluh tujuh

Izin Operasional Klinik

Pasal 35

(1) Klinik dapat dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau masyarakat.

(2) Klinik yang menyelenggarakan rawat jalan dapat didirikan oleh perseorangan atau badan usaha.

(3) Klinik yang yang menyelenggarakan rawat inap harus didirikan oleh badan hukum.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) dikecualikan bagi Klinik milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Pasal 36

(1) Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf bb terdiri atas:

a. notifikasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota;

b. profil klinik; dan

c. sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan.

(2) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar Klinik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Klinik spesialis atau subspesialistik dengan penanaman modal asing, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus didirikan di lingkungan atau area Rumah Sakit kelas A atau Rumah Sakit kelas B dan mempunyai manajemen yang terintegrasi dengan sistem informasi manajemen Rumah Sakit tempat pendirian Klinik.

Bagian Kedua puluh delapan

Izin Operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan

Pasal 37

(1) Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan harus diselenggarakan oleh badan hukum yang kegiatan usahanya bergerak di bidang jasa pengujian dan/atau kalibrasi alat kesehatan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Pasal 38

(1) Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf cc terdiri atas:

a. profil Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan;

b. notifikasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota;

c. daftar tarif, jenis pelayanan, Sumber daya manusia, sarana prasana ,dan peralatan; dan

d. sertifikat akreditasi.

(2) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sertifikat akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dipenuhi untuk perpanjangan izin operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan.

Bagian Kedua puluh sembilan

Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum dan Khusus

Pasal 39

(1) Laboratorium Klinik Umum dan Khusus harus diselenggarakan oleh badan hukum.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Laboratorium Klinik Umum dan Khusus milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 40

(1) Persyaratan untuk memperoleh Laboratorium Klinik Umum dan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf dd terdiri atas:

a. notifikasi Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, atau dinas kesehatan kabupaten/kota;

b. profil laboratorium klinik; dan

c. jenis pelayanan, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan.

(2) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar Laboratorium Klinik Umum dan Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Ketiga puluh

Izin Operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca

Pasal 41

(1) Laboratorium Pengolahan Sel Punca harus diselenggarakan oleh badan hukum.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Laboratorium Pengolahan Sel Punca milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 42

(1) Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf ee terdiri atas:

a. notifikasi Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan daerah provinsi;

b. profil Laboratorium Pengolahan Sel Punca;

c. perjanjian kerja sama dengan institusi pendidikan kedokteran dan/atau Rumah Sakit pendidikan paling rendah kelas B; dan

d. sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan.

(2) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar Laboratorium Laboratorium Pengelolaan Sel Punca sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga puluh satu

Izin Operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca

Pasal 43

(1) Bank Jaringan dan/atau Sel Punca harus diselenggarakan oleh badan hukum.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Bank Jaringan dan/atau Sel Punca milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 44

(1) Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf ff terdiri atas:

a. notifikasi dari Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan daerah provinsi;

b. profil Bank Jaringan dan/atau Sel Punca;

c. perjanjian kerjasama dengan rumah sakit pendidikan paling rendah kelas B dan/atau institusi pendidikan kedokteran; dan

d. sumber daya manusia, dan sarana prasarana dan peralatan.

(2) Sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipenuhi berdasarkan standar Bank Jaringan dan/atau Sel Punca sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Ketiga puluh dua

Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang

Pembawa Penyakit

Pasal 45

Persyaratan untuk memperoleh izin penyelenggaraan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf gg terdiri atas:

a. memiliki surat Izin Usaha dan surat izin tempat usaha; dan

b. memiliki entomologi atau tenaga kesehatan yang terlatih bidang entomologi serta persediaan bahan dan peralatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Ketiga puluh tiga

Persyaratan Perubahan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial

atau Operasional

Pasal 46

(1) Apabila terdapat perubahan dalam dokumen persyaratan perizinan berusaha, Pelaku Usaha dapat melakukan perubahan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.

(2) Persyaratan perubahan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan perubahan dokumen.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perubahan Izin Usaha dan/atau Izin Operasional atau Komersial dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

TATA CARA PENERBITAN IZIN

Bagian Kesatu

Penerbit Perizinan Berusaha

Pasal 47

(1) Perizinan Berusaha sektor kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Perizinan Berusaha sektor kesehatan yang diterbitkan oleh Menteri terdiri atas:

a. Izin Usaha Industri Farmasi;

b. Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat;

c. Sertifikat Distribusi Farmasi;

d. Izin Usaha IOT/IEBA;

e. Sertifikat Produksi Kosmetika;

f. Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

g. Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

h. Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

i. Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

j. Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

k. Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

l. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT;

m. Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan;

n. Sertifikasi CPAKB;

o. Sertifikasi CPPKRTB;

p. Sertifikasi CDAKB;

q. Pendaftaran PSEF;

r. Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas A dan PMA;

s. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas A dan PMA;

t. Izin Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan;

u. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum Utama dan Khusus;

v. Izin Operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca; dan

w. Izin Operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca.

(3) Perizinan Berusaha sektor kesehatan yang diterbitkan oleh gubernur terdiri atas:

a. Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi;

b. Izin UKOT;

c. Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan;

d. Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas B;

e. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas B; dan

f. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum Madya.

(4) Perizinan Berusaha sektor kesehatan yang diterbitkan oleh bupati/wali kota terdiri atas:

a. Izin UMOT;

b. Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT;

c. Sertifikat Produksi Pangan Rumah Tangga;

d. Izin Toko Alat Kesehatan;

e. Izin Operasional Klinik;

f. Izin Apotek;

g. Izin Toko Obat;

h. Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas C, Kelas D, dan Kelas D Pratama;

i. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas C, Kelas D, dan Kelas D Pratama;

j. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum Pratama; dan

k. Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

Pasal 48

(1) Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 termasuk penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui Lembaga OSS.

(2) Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

(4) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan Tanda Tangan Elektronik.

(5) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

(6) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicetak (print out).

Bagian Kedua

Prosedur

Paragraf Kesatu

Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional

Pasal 49

(1) Pelaku Usaha wajib mengajukan permohonan izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional melalui OSS.

(2) Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP.

(3) NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didapat dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan Pendaftaran belum memiliki NPWP.

(4) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.

Pasal 50

(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga OSS.

(2) Penerbitan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan Komitmen Izin Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 51

(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dapat melakukan

kegiatan:

a. pengadaan tanah;

b. perubahan luas lahan;

c. pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya;

d. pengadaan peralatan atau sarana;

e. pengadaan sumber daya manusia;

f. penyelesaian sertifikasi atau kelaikan;

g. pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau

h. pelaksanaan produksi.

(2) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 namun belum menyelesaikan:

a. Amdal; dan/atau

b. rencana teknis bangunan gedung, belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.

Pasal 52

Pelaku Usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang diterbitkan oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk pemenuhan:

a. standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau

b. pendaftaran barang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

Pasal 53

Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 52 berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 54

Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

Paragraf Kedua

Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau

Operasional

Pasal 55

Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS dengan melengkapi pemenuhan Komitmen.

Pasal 56

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha Industri Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi Bahan Obat; dan

b. data apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pemastian mutu, dan apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama masing-masing apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat paling lama 1 (satu) hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat paling lama 1 (satu) hari melalui sistem OSS.

(9) Penerbitan Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Usaha Industri Farmasi atau Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 57

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. rencana penyaluran; dan

b. data apoteker penanggung jawab, yang meliputi

Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 58

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Pemerintah Daerah provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah provinsi melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 59

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha IOT/IEBA.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. Rencana Produksi IOT/IEBA; dan

b. data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat Produksi IOT/IEBA paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat Produksi IOT/IEBA paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penerbitan Sertifikat Produksi IOT/IEBA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Usaha IOT/IEBA.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 60

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin UKOT.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan:

a. Rencana Produksi IOT/IEBA; dan

b. data apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, Surat Tanda Registrasi, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker/tenaga teknis kefarmasian Penanggung Jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kepala dinas kesehatan daerah provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah provinsi menerbitkan Sertifikat Produksi UKOT paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada kepala dinas kesehatan daerah provinsi melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah provinsi menerbitkan Sertifikat Produksi UKOT paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penerbitan Sertifikat Produksi UKOT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Izin UKOT.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala dinas kesehatan daerah provinsi menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 61

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin UMOT.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan:

a. daftar sediaan Obat Tradisional yang akan diproduksi; dan

b. data tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan tradisional jamu penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, Surat Tanda Registrasi, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan tradisional jamu penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menerbitkan Sertifikat Produksi UMOT paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menerbitkan Sertifikat Produksi UMOT paling lama 1 (satu) hari melalui sistem OSS.

(9) Penerbitan Sertifikat Produksi UMOT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Izin UMOT.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 62

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen SPP-IRT.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan:

a. sertifikat penyuluhan keamanan pangan; dan

b. berita acara pemeriksaan terhadap pemenuhan aspek higiene sanitasi dan dokumentasi.

(4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan penyuluhan keamanan pangan kepada Pelaku Usaha untuk memperoleh sertifikat penyuluhan keamanan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.

(5) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan aspek higiene sanitasi dan dokumentasi paling lambat 5 (lima) Hari sejak Pelaku Usaha memperoleh sertifikat penyuluhan keamanan pangan.

(6) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan aspek higiene sanitasi dan dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menugaskan tim pemeriksa.

(7) Paling lambat 5 (lima) Hari setelah tim pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi berita acara pemeriksaan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(8) Paling lama dalam waktu 6 (enam) Hari sejak Pemerintah Daerah kabupaten/kota menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan dinyatakan memenuhi Komitmen, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen SPP-IRT melalui sistem OSS.

(9) Dalam berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(10) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(11) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen SPP-IRT melalui sistem OSS.

(12) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen SPP-IRT sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atau ayat (11) merupakan pemenuhan Komitmen SPP-IRT.

(13) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan tidak memenuhi Komitmen, Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengeluarkan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 63

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. Rencana Produksi Kosmetika; dan

b. data apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, surat tanda registrasi, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab dengan Pelaku Usaha.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Kosmetika.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 64

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Importir Terdaftar/Importir Produsen Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.epharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. Izin Usaha Industri Farmasi/Sertifikat Distribusi Farmasi;

b. Izin khusus importir narkotika (untuk Importir Produsen Narkotika); dan

c. Rencana Impor Bahan Baku Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Importir Terdaftar/Importir Produsen Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.e-pharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Importir Terdaftar/Importir Produsen Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Importir Terdaftar/Importir Produsen Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Importir Terdaftar/Importir Produsen Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 65

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.epharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyapaikan:

a. Izin Usaha Industri Farmasi; dan

b. Rencana Ekspor Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.e-pharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 66

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.epharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS menyampaikan:

a. izin importir produsen atau importir terdaftar;

b. surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor;

c. surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi, jika pemohon adalah IT Psikotropika/IT Prekursor Farmasi;

d. surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi, jika pemohon adalah PBF milik negara yang memiliki izin khusus sebagai importir Narkotika;

e. surat persetujuan izin edar untuk Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi yang akan diimpor; dan

f. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) BPOM.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.e-pharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 67

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui www.epharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS:

a. izin eksportir produsen;

b. SPI asli dari Negara pengimpor;

c. surat pesanan (purchasing order) dari importir;

d. surat persetujuan izin edar atau surat persetujuan khusus ekspor untuk Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi yang akan diekspor; dan

e. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) Badan POM.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui www.e-pharm.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 68

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen persyaratan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 12 (dua belas) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota membuat berita acara pemeriksaan.

(6) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(7) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS. 

(8) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(9) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(10) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (9) merupakan pemenuhan Komitmen Izin PRT Alat Kesehatan dan PKRT.

(11) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 69

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan.

(2) Pemenuhan komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen persyaratan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Pemerintah Daerah provinsi melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 12 (dua belas) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah provinsi membuat berita acara pemeriksaan.

(6) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(7) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(8) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah provinsi melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(9) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(10) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (9) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan.

(11) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 70

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Toko Alat Kesehatan.

(2) Pemenuhan komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen persyaratan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 12 (dua belas) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah kabupaten/kota membuat berita acara pemeriksaan.

(6) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Toko Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(7) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS. 

(8) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(9) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Toko Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(10) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Toko Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (9) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Toko Alat Kesehatan.

(11) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 71

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kalender.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui regalkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi atas pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang disampaikan oleh Pelaku Usaha.

(5) Dalam hal Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan teknologi, zat aktif baru dan/atau dengan klaim yang tidak lazim, harus mendapatkan pertimbangan dari tim ahli yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

(6) Tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas unsur instansi terkait, praktisi, perguruan tinggi, organisasi profesi dan/atau asosiasi pelaku usaha.

(7) Evaluasi atas pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk:

a. Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas A paling lama 10 (sepuluh) hari kalender, kelas B dan kelas C paling lama 20 (dua puluh) hari kalender, serta Kelas D paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender; dan

b. PKRT kelas 1 paling lama 10 (sepuluh) hari kalender, kelas 2 paling lama 20 (dua puluh) hari kalender, dan kelas 3 paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.

(8) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT paling lama 5 (lima) hari kalender melalui sistem OSS.

(9) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS. 

(10) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui regalkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS untuk:

a. Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas A, kelas B, kelas C dan PKRT Kelas I, Kelas II dan Kelas III paling lama 10 (sepuluh) hari kalender; atau

b. Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas D paling lama 15 (lima belas) hari kalender, sejak diterimanya hasil evaluasi.

(11) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi terhadap perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lama 10 (sepuluh) hari kalender.

(12) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT paling lama 5 (lima) hari kalender melalui sistem OSS.

(13) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atau ayat (12) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT.

(14) Berdasarkan hasil evaluasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan paling lama 5 (lima) hari kalender melalui sistem OSS.

Pasal 72

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pelaku Usaha menyampaikan dokumen persyaratan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 12 (dua belas) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kementerian Kesehatan membuat berita acara pemeriksaan.

(6) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(7) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(8) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(9) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(10) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (9) merupakan pemenuhan Komitmen pemenuhan Komitmen Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT.

(11) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 73

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pelaku Usaha menyampaikan dokumen persyaratan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 12 (dua belas) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kementerian Kesehatan membuat berita acara pemeriksaan.

(6) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(7) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(8) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(9) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(10) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (9) merupakan pemenuhan Komitmen pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan.

(11) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 74

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun sejak Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT/Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan berlaku efektif.

(3) Kementerian Kesehatan melakukan audit dan evaluasi atas pemenuhan Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB paling lama 35 (tiga puluh lima) Hari.

(4) Berdasarkan hasil audit dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(5) Dalam hal hasil audit dan evaluasi diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(6) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui sertifikasialkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya hasil evaluasi.

(7) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB paling lama 7 (tujuh) Hari melalui sistem OSS.

(8) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (7) merupakan pemenuhan Komitmen Sertifikasi CPAKB/Sertifikasi CPPKRTB/Sertifikasi CDAKB.

(9) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 75

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Pendaftaran PSEF.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) Hari.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui sistem OSS.

(4) Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi atas pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 3 (tiga) Hari.

(5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(6) Dalam hal hasil evaluasi diperlukan perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(7) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS.

(9) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan Komitmen Pendaftaran PSEF.

(10) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 76

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha menyampaikan dokumen pemenuhan Komitmen melalui sistem OSS.

(4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 6 (enam) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melibatkan unsur dinas kesehatan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

(6) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Daerah kabupaten/kota membuat berita acara pemeriksaan.

(7) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(8) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(9) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya hasil evaluasi.

(10) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(11) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (10) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Apotek/Izin Toko Obat.

(12) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 77

(1) Untuk mendapatkan Izin mendirikan Rumah Sakit yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.

(3) Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem OSS dengan menyampaikan:

a. dokumen kajian dan perencanaan bangunan yang terdiri atas Feasibility Study (FS), Detail Engineering Design (DED), dan Master Plan; dan

b. pemenuhan pelayanan alat kesehatan.

(4) Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit melakukan evaluasi terhadap pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan komitmen.

(5) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota memberikan notifikasi persetujuan atau perbaikan kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(6) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan sejak diterimanya hasil evaluasi dari Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS.

(7) Dalam rangka melakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pelaku Usaha dapat melakukan perpanjangan pemenuhan komitmen untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak diterimanya notifikasi perbaikan melalui sistem OSS.

(8) Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan verifikasi kembali terhadap pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 7 (tujuh) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan kembali pemenuhan Komitmen.

(9) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota memberikan persetujuan atau penolakan kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

Pasal 78

(1) Pelaku Usaha yang telah memenuhi Komitmen izin mendirikan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat mengajukan izin operasional Rumah Sakit melalui sistem OSS dengan melampirkan persyaratan pemenuhan Komitmen izin operasional Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan.

(3) Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan

verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim untuk kesesuaian terhadap standar rumah sakit.

(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur:

a. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan, untuk Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing;

b. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan, untuk Rumah Sakit kelas B; dan

c. dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi perumahsakitan, untuk Rumah Sakit kelas C, kelas D dan kelas D Pratama.

(6) Berdasarkan hasil verifikasi dan visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kementerian Kesehatan, pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan melalui lembaga/sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Rumah Sakit.

Pasal 79

(1) Untuk mendapatkan Izin Operasional Klinik yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kesesuaian terhadap standar penyelenggaraan Klinik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

(6) Berdasarkan hasil visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinas kesehatan daerah kabupaten/kota mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Klinik.

Pasal 80

(1) Untuk mendapatkan Izin Operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Kementerian Kesehatan melakukan verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen. 

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim untuk kesesuaian terhadap standar penyelenggaraan Bank Jaringan dan/atau Sel Punca sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan komite sel punca.

(6) Berdasarkan Hasil visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kementerian Kesehatan mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan kepada Lembaga/sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Bank Jaringan dan/atau Sel Punca.

Pasal 81

(1) Untuk mendapatkan Izin Operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Kementerian Kesehatan melakukan verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim untuk kesesuaian terhadap standar penyelenggaraan Laboratorium Pengolahan Sel Punca sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan komite sel punca.

(6) Berdasarkan hasil visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kementerian Kesehatan mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan kepada Lembaga/sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Laboratorium Pengolahan Sel Punca.

Pasal 82

(1) Untuk mendapatkan Izin Operasional Laboratorium Klinik yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim untuk kesesuaian terhadap standar penyelenggaraan Laboratorium Klinik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur:

a. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, asosiasi laboratorium kesehatan, dan organisasi profesi untuk Laboratorium Klinik umum utama dan Laboratorium Klinik khusus;

b. Dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan asosiasi laboratorium kesehatan, dan organisasi profesi untuk Laboratorium Klinik umum madya; dan

c. Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, asosiasi laboratorium kesehatan, dan organisasi profesi untuk Laboratorium Klinik umum pratama.

(6) Berdasarkan hasil visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan kepada Lembaga/sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(7) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Laboratorium Klinik.

Pasal 83

(1) Untuk mendapatkan Izin Operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan yang berlaku efektif, Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB wajib memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling lama 1 (satu) bulan.

(3) Kementerian Kesehatan melakukan verifikasi dan visitasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.

(4) Visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim untuk kesesuaian terhadap standar penyelenggaraan Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Berdasarkan hasil visitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kementerian Kesehatan mengeluarkan notifikasi persetujuan atau penolakan kepada Lembaga/sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari sejak dilakukan visitasi.

(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan pemenuhan Komitmen izin operasional Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan.

Pasal 84

(1) Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

(2) Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) tahun.

(3) Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha melalui sistem OSS menyampaikan:

a. surat izin usaha dan surat izin tempat usaha;

b. daftar tenaga entomolog kesehatan atau tenaga kesehatan lain yang terlatih bidang entomologi kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan; dan

c. daftar bahan dan peralatan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

(4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pemeriksaan lapangan paling lama 6 (enam) Hari sejak Pelaku Usaha memenuhi Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menugaskan tim pemeriksa.

(6) Dalam pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tim pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan yang dilengkapi berita acara pemeriksaan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota paling lama 6 (enam) Hari.

(7) Berdasarkan hasil evaluasi dan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(8) Dalam hal berdasarkan berita acara pemeriksaan diperlukan perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

(9) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui sistem OSS paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya hasil evaluasi.

(10) Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit paling lama 3 (tiga) Hari melalui sistem OSS.

(11) Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (10) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

(12) Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Bagian Kelima

Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha

Pasal 85

(1) Perizinan berusaha dapat dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen.

(3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai bagian dari pemenuhan Komitmen.

(4) Pelaku Usaha yang telah melakukan pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS.

(5) Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal.

BAB V

MASA BERLAKU PERIZINAN BERUSAHA

Pasal 86

(1) Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

(2) Izin Komersial atau Operasional berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk:

a. Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi;

b. Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan;

c. Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

d. Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

e. Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

f. Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;

g. Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi; dan

h. Pendaftaran PSEF.

(4) Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi dan Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b berlaku mengikuti pemberlakuan Sertifikat Distribusi Farmasi dan Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan pusat.

(5) Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor Farmasi, Importir Produsen Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, Eksportir Produsen Psikotropika dan Prekursor Farmasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c sampai dengan huruf e berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.

(6) Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dan huruf g berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.

(7) Pendaftaran PSEF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h berlaku mengikuti pemberlakuan tanda terdaftar penyelenggara sistem elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 87

(1) Pelaku Usaha harus melakukan perpanjangan izin komersial/operasional paling cepat 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku izin komersial/operasional berakhir.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:

a. Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT;

b. Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; dan

c. Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(3) Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling cepat 9 (sembilan) bulan sebelum masa berlaku berakhir.

(4) Persetujuan Impor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan Persetujuan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c paling lama 10 (sepuluh) Hari sebelum masa berlaku berakhir.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perpanjangan Izin Komersial atau Operasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI

PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA

Pasal 88

(1) Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota wajib melakukan pengawasan atas:

a. pemenuhan Komitmen;

b. pemenuhan standar, sertifikasi, lisensi dan/atau

pendaftaran; dan/atau

c. usaha dan/atau kegiatan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal pernyataan Komitmen yang tercantum dalam OSS.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan:

a. dokumen termasuk laporan kegiatan usaha;

b. ketenagaan;

c. sarana prasarana; dan/atau

d. lokasi/tempat.

(4) Dalam hal hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota mengambil tindakan.

(5) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

a. peringatan;

b. notifikasi pembatalan perizinan berusaha;

c. penghentian sementara kegiatan berusaha;

d. pengenaan denda administratif; dan/atau

e. pencabutan Perizinan Berusaha.

(6) Selain tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota dapat mengambil tindakan penurunan kelas untuk izin operasional Rumah Sakit.

(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (5) disampaikan melalui sistem OSS oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota kepada Lembaga OSS.

(8) Lembaga OSS berdasarkan penyampaian Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (7) melakukan peringatan, pembatalan, penghentian sementara kegiatan berusaha, pengenaan denda admnistratif, dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha.

(9) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota dapat menugaskan tenaga pengawas kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 89

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 90

Perizinan Berusaha yang telah diajukan oleh Pelaku Usaha sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan Perizinan Berusahanya, diproses melalui sistem OSS sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

Pasal 91

Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan memerlukan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang baru untuk pengembangan usaha, diatur ketentuan sebagai berikut:

a. pengajuan dan penerbitan Perizinan Berusaha untuk pengembangan usaha dan/atau kegiatan atau komersial atau operasional dilakukan melalui sistem OSS dengan melengkapi data, Komitmen, dan/atau pemenuhan Komitmen sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini; dan

b. Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang telah diperoleh dan masih berlaku sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan tetap berlaku dan didaftarkan ke sistem OSS.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 92

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 93

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 93 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Kesehatan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1955), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(2) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat;

b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat;

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/Menkes/Per/III/2010 tentang Laboratorium Klinik;

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika;

e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 399);

f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 401);

g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 721);

h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 370);

i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225);

j. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bank Sel Punca Darah Tali Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1158);

k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pengolahan Sel Punca Untuk Aplikasi Klinis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1249);

l. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 178);

m. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 442);

n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Bank Jaringan dan/atau Sel (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1295);

o. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1317);

p. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 232);

q. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rumah Sakit Kelas D Pratama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 751);

r. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1097);

s. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);

t. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70 Tahun 2014 tentang Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1583);

u. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2015 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1197);

v. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 276);

w. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 803); dan

x. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 592), sepanjang mengatur persyaratan, tata cara, dan masa berlaku perizinan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(3) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 82) sepanjang mengatur persyaratan, tata cara, dan masa berlaku Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Inovasi dan Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT Pengembangan Baru dari industri yang melakukan investasi di Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 94

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Juli 2018


MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA,

 ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Juli 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

 ttd

WIDODO EKATJAHJANA


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 887

Share this article :
Print PDF
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2021. Suplemen, Kecantikan, Perawatan, Kesehatan - All Rights Reserved
mastemplate
Dukungan Untuk Jualan Kosmetik | Di Dukung Oleh Laguna Kosmetik